foto : carti-online.com |
SAYA SERING ditanya mengapa
menggemari Paulo Coelho. Saya lagi-lagi tak bisa menjawab dengan alasan-alasan
yang pas. Memang, di rak saya, berderat buku-buku Coelho. Punya dia mungkin
yang terbanyak yang saya punya. Mulai dari Alkemis, Zahir,
Aleph, Di Tepi Sungai Piedra, Eleven Minutes, The Devil and Miss Prim, Seperti
Sungai yang Mengalir, dan sebuah wawancara oleh Juan Arias: Obrolan dengan Sang
Penziarah. Satu judul yang raib: Veronica Memutuskan
Mati. Yang hilang inilah yang ingin saya tulis saat ini. Sebagai kenangan
lah, bahwa saya pernah mereguk isi buku itu.
Veronika Memutuskan Mati
adalah satu dari Trilogi Tujuh Harinya Coelho, lainnya Di Tepi Sungai
Piedra Aku Duduk dan Menangis dan The Devil and Miss Prim. Ketiga
buku ini judulnya bagus sekali. Tegas dan indah. Saya membeli ketiga buku itu
dalam rentang waktu yang jauh sekali, karena menyesuaikan kantong saya yang
sering berisi angin dan beberapa butir marneng.
Veronika Memutuskan Mati (VMM)
adalah cerita yang menggugah. Tentang makna menjadi individu. Dalam buku ini
Veronika adalah seorang perempuan yang mencoba bunuh diri karena merasa depresi
terhadap hidup yang dijalaninya. Dia bermimpi menjadi pianis tapi tidak
diterima ibunya. Ibunya beranggapan bahwa menjadi seniman tidak bisa untuk
menjalani hidup. Dia akhirnya kuliah mengambil jurusan hukum, menuruti ibunya.
Ia merelakan mimpinya demi kebaikan sang ibu. Hingga akhirnya merasakan sebuah
kehampaan yang membawa dia ingin bunuh diri.
Namun dia selamat tapi dokter
berkata padanya dia mengalami kerusakan jantung. Hidupnya divonis tak bakal
sampai 7 hari lagi oleh dokter itu, namanya Dr. Igor. Veronika dirawat di
sebuah rumah sakit bersama orang-orang sakit jiwa lainnya. Dr. Igor sekaligus
menjadikan Veronika sebagai objek penelitiannya mengenai sebuah gejala kejiwaan
dan penyembuhnya. Sakit jiwa tidak boleh dikekang atau dipingit. Sakit jiwa
bisa disembuhkan. Dr. Igor sedang membuat tesis tentang itu.
Di sinilah Veronika berjumpa
dengan banyak orang yang memberinya banyak perspektif tentang hidup. Dia
bertemu dengan seorang perempuan bernama Zedka yang dianggap gila karena tidak
bisa memiliki lelaki yang dicintainya. Zedka bertanya pada Veronica, apa arti
gila? Bagi Zedka, gila adalah menjalani hidup seperti apa yang dia inginkan,
bukan menjadi apa yang orang lain harapkan pada dirinya. Veronika merasakan
bahwa itu adalah dirinya.
Dia juga bertemu dengan Mari.
Dia wanita yang memilih tinggal di rumah sakit jiwa setelah pernikahannya
gagal. Dia divonis terlalu memaksakan menjadi bukan dirinya, memaksan diri
menjadi seperti orang lain. Padahal setiap pribadi punya keunikan
sendiri-sendiri. Gila adalah perilaku yang berbeda. Maka, bagi Mari, tinggal di
rumah sakit jiwa menjadi lebih menyenangkan karena tiap orang memiliki satu
kesamaan: mereka beda.
Ada juga lelaki bernama Eduard.
Dia seorang yang melukiskan surga dengan gambar-gambar surealis. Dia hidup dalam
dunianya yang sempit dan sendiri. Tidak ada yang lain dalam hidupnya selain
melukis. Eduard adalah anak pejabat yang tidak bisa menuruti keinginan
orangtuanya agar menyelesaikan pendidikan formalnya. Dia gandrung pada seni
lukis sementara seni dipandang tidak menjajikan dalam hidup. Nasibnya hampir
sama dengan Veronika. Di akhir cerita, mereke berdua akhirnya kabur dari rumah
sakit jiwa.
Veronika ingin melakukan apa
yang dia inginkan sebagai manusia tanpa harus berpikir tentang keinginan dan
tekanan sekeliling. Dia ingin merasakan rasa senang, sedih, marah, cinta, dan
benci sekaligus dalam hidupnya yang tersisa beberapa hari lagi. Bayang-bayang
kematian selalu melekat padanya. Tidak ada lagi keinginan bunuh diri sebab ia
sudah pasti. Tidak ada lagi bayangan muluk-muluk masa depan dalam untuk
hidupnya. Dia hanya ingin memanfaatkan sisa usianya sebaik-baik yang dimauinya.
Maka, Veronica Memutuskan
Mati adalah sebuah cerita tentang orang-orang yang terlempar di rumah sakit
jiwa dan dianggap gila karena berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Keinginan
dan kesepakatan masyarakat atau kenanyakan yang normal. Berbeda dengan
mereka berarti tidak normal. Tidak normal berarti gila.
Ketidakmampuan mempertahankan
diri menjadi beda kadang mengarah pada keputusasaan yang membuat orang memilih
mengakhiri hidup. Sebuah sikap menghindar, bukan menerima dan bertahan dalam
badai. Veronika pernah mengalami itu.
Saya rasa, novel ini adalah
sebuah pengalaman Coelho sendiri. Dalam wawancara di Obrolan dengan Sang
Penziarah, Coelho bercerita tentang hidupnya yang pernah merasakan hidup di
rumah sakit jiwa. Sedari kecil Paulo ingin menjadi penulis tapi ditentang oleh
orang tuanya. Tidak harus menjadi penulis untuk bisa menulis. Tapi dia tidak
patah arang hingga orangtuanya menganggap itu adalah gila.
Ada hal pada mereka yang juga
sama saya rasakan. Itulah sensasi yang kerap saya rasakan tiap kali membaca
karya Coelho. Semoga saya tidak terjerumus pada vitriol. Vitriol di novel ini
disebut-sebut sebagai sebuah virus yang mungkin bagi siapa saja terserang.
Vitrol adalah virus kejiwaan. Vitriol adalah kegetiran yang dialami orang-orang
ketika dalam keadaan takut menghadapi kenyataan. Pengidap vitrol akan membentuk
dunia yang kebal terhadap ancaman dari luar dan tekanan sekeliling. Orang yang
terserang vitriol lama-kelamaan akan kehilangan gairah untuk mencari pengalam
baru dan berpetualang. Lama-kelamaan mereka akan tiba di suatu titik yang
paling parah dimana hilang sudah rasa cinta, benci, dan gejala perasaan
lainnya. Bahkan hilang juga gairah untuk hidup atau mati. Dan, tentu saja,
semua orang punya peluang terserang vitriol.
Kembali ke VMM, apakah Veronika
mati? Ternyata vonis Dr. Igor tadi hanyalah rekayasa. Dia memberikan sebuah
obat buatan untuk Veronika yang efeknya adalah pada jantung. Ini masih dalam
rangkaian penelitian Dr. Igor. Ini semua demi bab terakhir tesisnya bahwa
"Kesadaran akan Kematian Membangkitkan Semangat Hidup yang Besar".
Bojonegoro, 12 Agustus
2014
Posting Komentar