LAMA saya tak menulis di blog. Dua bulan. Padahal, di akhir tahun lalu saya berikrar pada diri saya sendiri bahwa saya akan lebih banyak lagi mengisi ini blog. Entahlah, saya sedang malas.
Gara-gara buku.
Oh, ingatan-ingatan saya
pada buku.
Akhir-akhir ini saya
diterpa semacam kelesuan. Entah kelesuan yang bagaimana. Saya sering memandangi
buku-buku saya. Menyentuh dan mengelusnya. Tak lebih. Saat memulai membaca,
saya semangat, tapi ketika sampai sepuluh atau lima belas halaman, selesai sudah.
Buku saya geletakkan dan saya mencoba menjamah buku lain. Sama.
Saya juga diterpa sebuah
sinisme dan ketidakpercayaan diri oleh sebab buku. Beberapa mungkin bisa
bercerita bahwa buku telah membuat mereka menanjak, bahagia, sukses, dan
sebagainya. Saya ternyata tak bisa demikian. Buku amat lekat pada penderitaan
dari pada kebahagiaan bagi saya. Oleh sebab buku saya nekat keluar dari
pesantren sebelum waktunya. Gara-gara buku saya tidak menyelesaikan skripsi
saya. Gara-gara buku saya uang saya tidak bisa banyak. Gara-gara buku saya
sering merasa kesepian. Gara-gara buku saya berbelit-belit tentang cinta.
Seharusnya saya menyalahkan
diri saya sendiri. Bukan buku. Buku bisa bergerak dalam pikiran tergantung
bagaimana sayanya. Bagitulah, namanya saja lagi malas.
Entah mengapa tiba-tiba saya ingin mengulang membaca buku yang sudah pernah saya baca. Novel semuanya. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (Eka Kurniawan),
Kitchen (Banana Yoshimoto), Keju (Willem Elschott), dan Alkemis (Paulo Coelho) yang sekarang sampai halaman 25. Rata-rata satu buku saya baca dalam dua hari. Saya kaget. Tidak biasanya...
Saya juga sedang
merampungkan naskah novel seorang bocah perempuan kelas 3 SMP yang saya tak
tahu baik atau buruk. Saya merasa bersalah tidak bisa membuat dia termotivasi.
Saya tidak bisa mengatakan apa-apa, seperti misalnya bahwa menulsi buku bisa
membuat orang begini atau begitu. Saya malah seperti berkesan membuat dia punya
pikiran menulis buku itu sulit. Hampir enam kali saya memintanya merevisi.
Seakan-akan saya mampu dan punya otoritas menentukan sebuah karya.
Saya juga sedang menyiapkan
naskah novel. Tiap hari saya menyicil menulis. Judulnya Jembatan Buta. Kalu
disingkat jadi..., ah lupakan! Isinya tidak saya ungkap di sini. Belilah kalau
sudah terbit. Saya punya angan-angan ini bakal diterbitkan Gramedia, Gagas
Media, Moka Media, atau entah apa. Yang jelas tidak saya terbitkan sendiri.
Sekali lagi dalam angan-angan saya. Saya punya kebiasaan membiarkan angan-angan
hanya bertahan sebagai angan-angan. Menulis novel itu sendiri adalah anagan-angan. Tapi saya sedang berjuang sekarang. Berjuang. Untuk apa?
Sore hari saat saya menulis ini, saya
tidak pakai baju, hanya celanda dalam warna kelabu yang tiga hari tidak saya
ganti. Saya mengaca di cermin. Tubuh saya kurus. Saya harus akui bahwa saya tak
pernah gemuk. Selamanya saya akan kurus. Gara-gara buku...
Tai...!
Klampok, 25
April 2015
Posting Komentar